Sabtu, 24 Mei 2008

Laut Kita




Jika laut makin panas


Laut yang menghangat berdampak negatif bagi ekosistem
Banyak orang membayangkan lautan biru dengan air hangat sebagai sebuah gambaran laut yang ideal.
Dan menurut ilmuwan kelautan, gambaran laut yang hangat itu akan mudah kita jumpai dalam 100 tahun mendatang.

Tetapi itu jelas bukan berarti berita baik untuk lingkungan karena lautan biru itu muncul disebabkan pemanasan global yang membuat laut menjadi terlalu panas bagi ikan, atau terlalu beracun untuk hewan laut.

Lautan yang makin panas itu juga mungkin sudah tidak mampu lagi untuk menyerap Karbon Dioksida, CO2, dari atmosfir bumi.

Selama ini lautan menyerap lebih dari separuh panas yang dipancarkan matahari dan kemudian membaginya ke seluruh permukaan bumi.

Dan menurut Dr. John Shepherd dari Lembaga Oseanografi Inggris di Southampton, lautan juga ikut memperlambat dan mengurangi ancaman perubahan suhu.

"Lautan meringankan dampak perubahan iklim dengan menyerap Karbon Dioksida dan karenanya mengurangi jumlahnya yang ada di atmosfir bumi," kata Dr. John.

Dia menambahkan lautan bisa dianalogikan sebagai bemper terhadap perubahan iklim dunia.

Sabuk laut

Di wilayah utara Atlantik ada Laut Artik, sehingga arus air hangat bisa bergerak hingga jauh sekali ke ujung kutub


Stuart Cunningham

Namun belakangan ini ada kekuatiran kalau laut saat ini semakin tidak mampu mendistribusikan panas ke seluruh penjuru bumi.

Dibawah permukaan air, ada gelombang atau mungkin lebih tepat disebut aliran arus laut, yang oleh para ilmuwan disebut sebagai Sabuk Laut.

Fungsi sabuk laut ini adalah mendorong air laut, yang sudah dipanaskan oleh matahari di wilayah tropik, ke daerah yang lebih dingin di kutub.

Proses sebaliknya juga terjadi, yaitu air dingin di Artik dan Antartika dibawa ke daerah tropik untuk dipanaskan.

Stuart Cunningham, seorang pakar khusus persoalan arus laut dari Inggris, mengatakan bahwa proses itu amat penting untuk Lautan Atlantik.

"Di wilayah utara Atlantik ada Laut Artik, sehingga arus air hangat bisa bergerak hingga jauh sekali ke ujung kutub. Itulah sebabnya iklim Eropa relatif tidak terlalu dingin," tuturnya.

Arus Atlantik Utara lebih dikenal dengan sebutan arus Teluk, dan yang dikuatirkan para ilmuwan adalah pemanasan global akan memperlambat arus itu.

Pernah terjadi
Kemampuan laut dalam menyerap panas akan berkurang

Yang lebih dikuatirkan lagi adalah jika pemanasan global akan menghilangkan sama sekali arus perpindahan air tersebut.

"Kita semua tahu bahwa bumi sedang memanas dan di belahan bumi Utara pemanasan lebih tinggi dibanding yang lainnya. Kita sudah melihat sendiri pencairan es di Artik dan lapisan es di Pulau Greenland," kata Stuart Cunningham.

Pemanasan itu akan membuat jumlah air tawar di Laut Utara semakin banyak dan karena air tawar lebih ringan dari air laut, maka letaknya berada di permukaan air laut.

"Keberadaan air tawar ini mencegah air hangat yang sampai di daerah kutub terserap panasnya oleh atmosfir agar menjadi dingin untuk turun ke dasar laut. Karenanya proses sabuk arus lautan tidak lagi berfungsi," tutur Stuart Cunningham.

Tidak berfungsinnya sabuk arus laut ini membahayakan kehidupan biota laut karena itu berarti tidak akan ada lagi pergerakan.

Sebenarnya berhentinya sabuk arus lautan ini pernah terjadi selama 1000 tahun, dan membuat Eropa kembali ke jaman es, yaitu di abad ke 14.

Waktu itu kawasan Eropa seperti menjadi sebuah benua es mini, dan penyebabnya adalah gejala alami, antara lain badai angin yang keras.

Terumbu karang terancam
Meningkatnya keasaman laut akan mengancam terumbu karang

Selain itu masih ada kekuatiran lainnya, yaitu peningkatan keasaman laut, dan terumbu karang adalah yang paling rentan menghadapi peningkatan ini.

Menurut Dr. Nerilie Abrahams dari Universitas Nasional Australia, terumbu karang seperti sedang mencatat kematiannya sendiri.

"Kami tahu bahwa jumlah Karbon Dioksida yang dipompakan ke atmosfir sebetulnya mengubah keasaman laut, dan membuatnya lebih asam lagi. Bahayanya adalah tentu saja seluruh terumbu karang akan hancur dan larut karena asam tadi."

Persoalan perubahan suhu maupun berbagai perubahan lain yang dialami lautan sebetulnya bukanlah sesuatu yang luar biasa.

Di masa lalu hal ini sudah berulangkali terjadi, namun perbedaannya adalah saat ini perubahan suhu tersebut dipicu oleh campur tangan manusia, jadi bukan karena sebab alami.

Dan jika campur tangan manusia itu tidak bisa dikurangi lagi, maka tidak bisa pula dihentikan lagi.

Para ilmuwan memang belum bisa meramalkan secara pasti tentang apa yang akan terjadi di masa depan, namun indikasi awal menunjukkan pengaruhnya adalah negatif.

Solusi






Pohon Bukan Solusi Pemanasan Global

KapanLagi.com - Apa yang dulu dipandang sebagai solusi untuk masalah emisi gas CO2, yakni kemampuan pohon menyerap karbondioksida hasil aktivitas manusia (CO2 antropogenik), kini mulai diragukan "keampuhannya" karena fenomena pemanasan global tetap saja terjadi.

Sebuah penelitian selama 20 tahun yang menganalisa 30 titik di Kutub Utara mendapati bahwa kemampuan pohon menyerap CO2 terus menurun, padahal saat ini berkembang kampanye yang menyebutkan bahwa dengan menanam banyak pohon maka laju perubahan iklim bisa ditekan.

Gas karbondioksida yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia biasanya diserap oleh pohon dan laut, untuk kemudian dilepaskan pada masa yang akan datang. Tapi ini bukanlah akhir dari siklus karbon.

Seperti dikutip dari situs warta lingkungan hidup www.enn.com, pohon melepaskan simpanan CO2-nya saat ia membusuk atau terurai. Hal ini kemudian memunculkan siklus karbon.

Temperatur yang semakin tinggi akibat perubahan iklim tidak hanya meningkatkan laju pertumbuhan pohon dan tanaman di seluruh dunia, tapi juga memicu emisi CO2 yang berlebihan. Pohon kemudian berubah peran dari penyerap CO2 menjadi produsen gas karbon lewat proses penguraian yang lazim terjadi pada musim-musim akhir pertumbuhannya.

Bukti terbaru yang dikumpulkan dari seluruh dunia menunjukkan bahwa awal musim dingin terjadi mundur dari biasanya, sementara musim panas datang lebih awal. Di Bumi belahan Utara, temperatur pada musim semi dan musim gugur naik sekitar 1,1 dan 0,8 derajat Celsius dalam kurun waktu sekitar 2 dekade terakhir. Ini artinya musim pertumbuhan pohon semakin lama, dan para ahli menduga hal tersebut sebagai hal yang bagus buat menekan laju perubahan iklim.

Bahkan pertambahan pohon di muka Bumi bisa terlihat dari luar angkasa, citra satelit menunjukkan bahwa luasan hijau semakin besar di permukaan Bumi dari masa sebelumnya. Namun demikian, data terbaru menunjukkan bahwa pola berpikir seperti terlalu menyederhanakan masalah.

Sekitar 30 titik pengamatan yang tersebar di Siberia, Alaska, Kanada, dan Eropa diteliti kadar CO2 di lapisan atmosfernya. Yang dikaji bukan cuma CO2 saat proses fotosintesis tapi juga CO2 yang dilepaskan pohon dan mikroba selama proses respirasi.

Tim peneliti pun memusatkan penelitiannya pada musim gugur, masa ketika hutan berubah peran dari penyimpan karbon menjadi produsen karbon. Dan ternyata, periode mengurainya pohon datang lebih awal dalam satu tahun, di beberapa tempat menunjukkan awal periode terjadi beberapa hari lebih cepat sementara di tempat lain beberapa pekan lebih cepat dari biasa.

Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa jumlah CO2 di atmosfer bertambah lebih cepat dari perkiraan awal - dengan kata lain laju perubahan iklim akan terus meningkat pada masa mendatang.

Menurut Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), manusia hanya punya waktu 8 tahun untuk mencegah datangnya efek terburuk dari perubahan iklim. Namun waktu dan bukti-bukti ilmiah haruslah dijadikan umat manusia sebagai panduan untuk bertindak, dan tidak ada kata lain solusinya adalah menurunkan emisi gas rumah kaca, menurunkan emisi CO2

Tanya jawab




1
TANYA-JAWAB
Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
§ Apakah yang dimaksud dengan Efek Rumah Kaca (ERK) dan penyebabnya?
Efek Rumah Kaca dapat divisualisasikan sebagai sebuah proses.
Pada kenyataannya, di lapisan atmosfer terdapat selimut gas. Rumah kaca adalah
analogi atas bumi yang dikelilingi gelas kaca. Nah, panas matahari masuk ke bumi
dengan menembus gelas kaca tersebut berupa radiasi gelombang pendek. Sebagian
diserap oleh bumi dan sisanya dipantulkan kembali ke angkasa sebagai radiasi
gelombang panjang.
Namun, panas yang seharusnya dapat dipantulkan kembali ke angkasa menyentuh
permukaan gelas kaca dan terperangkap di dalam bumi. Layaknya proses dalam rumah
kaca di pertanian dan perkebunan, gelas kaca memang berfungsi menahan panas untuk
menghangatkan rumah kaca.
Masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi selimut
gas di atmosfer (Gas Rumah Kaca) sehingga melebihi konsentrasi yang seharusnya.
Maka, panas matahari yang tidak dapat dipantulkan ke angkasa akan meningkat pula.
Semua proses itu lah yang disebut Efek Rumah Kaca. Pemanasan global dan perubahan
iklim merupakan dampak dari Efek Rumah Kaca.
§ Apakah Efek Rumah Kaca merupakan proses alami?
Ya! Efek Rumah Kaca terjadi alami karena memungkinkan kelangsungan hidup semua
makhluk di bumi. Tanpa adanya Gas Rumah Kaca, seperti karbondioksida (CO2), metana
(CH4), atau dinitro oksida (N2O), suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih
dingin. Sejak awal jaman industrialisasi, awal akhir abad ke-17, konsentrasi Gas Rumah
Kaca meningkat drastis. Diperkirakan tahun 1880 temperatur rata-rata bumi meningkat
0.5 – 0.6 derajat Celcius akibat emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan dari aktivitas
manusia.
· Apa buktinya bahwa Efek Rumah Kaca itu benar-benar terjadi ?
Melalui beberapa bukti berikut:
- Pertama, berdasarkan ilmu fisika, beberapa gas mempunyai kemampuan untuk
menahan panas. Tak ada yang patut diragukan dari pernyataan ini.
- Kedua, pengukuran yang dilakukan sejak tahun 1950-an menunjukkan tingkat
konsentrasi Gas Rumah Kaca meningkat secara tetap, dan peningkatan ini
berhubungan dengan emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan industri dan
berbagai aktivitas manusia lainnya.
- Ketiga, penelitian menunjukkan udara yang terperangkap di dalam gunung es
telah berusia 250 ribu tahun . Artinya:
· Konsentrasi Gas Rumah Kaca di udara berbeda-beda di
masa lalu dan masa kini. Perbedaan ini menunjukkan
adanya perubahan temperatur
· Konsentrasi Gas Rumah Kaca terbukti meningkat sejak
masa praindustri.
§ Apa sajakah yang termasuk dalam kelompok Gas Rumah Kaca?
Yang termasuk dalam kelompok Gas Rumah Kaca adalah karbondioksida (CO2), metana
(CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), sampai sulfur
heksafluorida (SF6). Jenis GRK yang memberikan sumbangan paling besar bagi emisi gas
rumah kaca adalah karbondioksida, metana, dan dinitro oksida. Sebagian besar
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) di sektor
energi dan transport, penggundulan hutan , dan pertanian . Sementara, untuk gas rumah
kac a lainnya (HFC, PFC, SF6 ) hanya menyumbang kurang dari 1% .
2
· Darimanakah emisi karbondioksida dihasilkan ?
Sumber-sumber emisi karbondioksida secara global dihasilkan dari pembakaran bahan
bakar fosil (minyak bumi dan batu bara):
- 36% dari industri energi (pembangkit listrik/kilang minyak, dll)
- 27% dari sektor transportasi
- 21% dari sektor industri
- 15% dari sektor rumah tangga & jasa
- 1% dari sektor lain -lain.
· Apakah penghasil utama emisi karbondioksida?
Sumber utama penghasil emisi karbondioksida secara global ada 2 macam. Pertama,
pembangkit listrik bertenaga batubara.
Pembangkit listrik ini membuang energi 2 kali lipat dari energi yang dihasilkan. Semisal,
energi yang digunakan 100 unit, sementara energi yang dihasilkan 35 unit. Maka, energi
yang terbuang adalah 65 unit! Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit
listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton karbondioksida per tahun!
Kedua, pembakaran kendaraan bermotor.
Kendaraan yang mengonsumsi bahan bakar sebanyak 7,8 liter per 100 km dan
menempuh jarak 16 ribu km, maka setiap tahunnya akan mengemisikan 3 ton
karbondioksida ke udara! Bayangkan jika jumlah kendaraan bermotor di Jakarta lebih
dari 4 juta kendaraan! Berapa ton karbondioksida yang masuk ke atmosfer per tahun?
· Apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi kontribusi Gas Rumah Kaca?
Penting diingat, emisi Gas Rumah Kaca harus dikurangi! Jadi harus dibangun sistem
industri dan transportasi yang TIDAK bergantung pada bahan bakar fosil (minyak bumi
dan batu bara). Kalau perlu, TIDAK menggunakannya SAMA SEKALI!
Karena Perubahan Iklim adalah masalah global, penyelesaiannya pun mesti secara
internasional. Langkah pertama yang dilakukan adalah pembuatan Kerangka Konvensi
untuk Perubahan Iklim (Framework Convention on Climate Change) tahun 1992 di Rio de
Janeiro, Brazil, yang ditandatangani oleh 167 negara. Kerangka konvensi ini mengikat
secara moral semua negara-negara industri untuk menstabilkan emisi karbondioksida
mereka. Sayangnya, hanya sedikit negara industri yang memenuhi target. Langkah
selanjutnya berarti membuat komitmen yang mengikat secara hukum dan
memperkuatnya dalam sebuah protokol. Dibuat lah Kyoto Protocol atau Protokol Kyoto.
Tujuannya: mengharuskan negara-negara industri menurunkan emisinya secara kolektif
sebesar 5,2 persen dari tingkat emisi tahun 1990.
· Siapakah penghasil emisi karbondioksida paling besar?
Setiap kepala penduduk di negara barat mengeluarkan emisi karbondioksida 25 kali
lebih banyak daripada penduduk di negara-negara berkembang! Lima pengemisi
karbondioksida terbesar di dunia adalah Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Inggris, dan
Jepang. Ini yang menyebabkan PHal ini yang menyebabkan Protokol Kyoto HANYA
mengharuskan negara-negara maju, yang juga kaya, untuk menurunkan emisinya lebih
dahulu. Ironisnya, Cina sebagai negara berkembang menunjukkan sikap kepemimpinan
dalam menanggapi isu Perubahan Iklim , berkebalikan dengan negara-negara industri
yang kian terpuruk. Emisi karbondioksida Cina pada tahun 1998 turun hingga 4%
dengan tingkat ekonomi naik hingga lebih dari 7%.
· Negara manakah yang menyumbang Gas Rumah Kaca terbesar?
Data terakhir menunjuk pada Amerika Serikat sebagai penyumbang 720 juta ton Gas
Rumah Kaca setara karbondioksida—setara dengan 25% emisi total dunia atau 20,5 ton
per kapita. Emisi Gas Rumah Kaca pembangkit listrik di Amerika Serikat saja masih jauh
lebih besar bila dibandingkan dengan total jumlah emisi 146 negara (tigaperempat
negara di dunia)! Sektor energi menyumbang sepertiga total emisi Gas Rumah Kaca
3
Amerika Serikat. Emisi Gas Rumah Kaca sektor energi Amerika Serikat lebih besar dua
kali lipat dari emisi Gas Rumah Kaca India. Dan , total emisi Gas Rumah Kaca Amerika
Serikat lebih besar dua kali lipat emisi Gas Rumah Kaca Cina. Emisi total dari negaranegara
berkembang besar , seperti Korea, Meksiko, Afrika Selatan, Brazil, Indonesia, dan
Argentina, tidak melebihi emisi Amerika Serikat.
§ Apakah yang dimaksud dengan Pemanasan Global (Global Warming) dan Perubahan
Iklim (Climate Change)?
Pemanasan Global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat
peningkatan jumlah emisi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Pemanasan Global akan diikuti
dengan Perubahan Iklim, seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia
sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan , di belahan bumi lain akan
mengalami musim kering yang berkepanjangan disebabkan kenaikan suhu.
· Mengapa terjadi Pemanasan Global (Global Warming) dan Perubahan Iklim (Climate
Change)?
Pemanasan Global dan Perubahan Iklim terjadi akibat aktivitas manusia, terutama yang
berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta
kegiatan lain yang berhubungan dengan hutan, pertanian , dan peternakan. Aktivitas
manusia di kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan perubahan komposisi alami atmosfer, yaitu peningkatan jumlah Gas
Rumah Kaca secara global.
· Apakah perbedaan antara Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global, dan Perubahan
Iklim?
Istilah -istilah di atas seringkali digunakan untuk menggambarkan hubungan sebabakibat.
Efek Rumah Kaca adalah penyebab, sementara Pemanasan Global dan
Perubahan Iklim adalah akibat.
Efek Rumah Kaca menyebabkan terjadinya akumulasi panas (atau energi) di atmosfer
bumi. Dengan adanya akumulasi yang berlebihan tersebut, iklim global melakukan
penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud salah satunya peningkatan temperatur bumi,
kemudian disebut Pemanasan Global dan berubahnya iklim regional—pola curah hujan,
penguapan, pembentukan awam—atau Perubahan Iklim.
· Apa sajakah dampak-dampak Perubahan Iklim?
Pada tahun 2100, temperatur atmosfer akan meningkat 1.5 – 4.5 derajat Celcius, jika
pendekatan yang digunakan “melihat dan menunggu, tanpa melakukan apa-apa” (wait
and see, and do nothing)!
Dampak-dampak lainnya:
- Musnahnya berbagai jenis keanekrag aman hayati
- Meningkatnya frekuensi dan intensitas hujan badai, angin topan, dan banjir
- Mencairnya es dan glasier di kutub
- Meningkatnya jumlah tanah kering yang potensial menjadi gurun karena
kekeringan yang berkepanjangan
- Kenaikan permukaan laut hingga menyebabkan banjir yang luas. Pada tahun
2100 diperkirakan permukaan air laut naik hingga 15 - 95 cm.
- Kenaikan suhu air laut menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral
bleaching) dan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia
- Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan
- Menyebarnya penyakit-penyakit tropis, seperti malaria, ke daerah -daerah baru
karena bertambahnya populasi serangga (nyamuk)
- Daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak karena terjadi arus
pengungsian.
4
· Apakah yang diprediksikan para ahli mengenai Perubahan Iklim?
Pada tahun 1988, Badan PBB untuk lingkungan (United Nations Enviroment Programme)
dan organisasi meteorologi dunia (World Meteorology Organization) mendirikan sebuah
panel antar pemerintah untuk perubahan iklim (Intergovernmental Pan el on Climate
Change/IPCC) yang terdiri atas 300 lebih pakar Perubahan Iklim dari seluruh dunia.
Pada tahun 1990 dan 1992, IPCC menyimpulkan bahwa penggandaan jumlah Gas
Rumah Kaca di atmosfer mengarah pada konsekuensi serius bagi masalah sosial,
ekonomi, dan sistem alam di dunia.
Selain itu, IPCC menyimpulkan bahwa emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan dari
aktivitas manusia juga memberikan kontribusi pada Gas Rumah Kaca alami dan akan
menyebabkan atmosfer bertambah panas. IPCC memperkirakan penggandaan emisi Gas
Rumah Kaca akan menyebabkan Pemanasan Global sebesar 1,5 –4,5 derajat Celcius.
· Pemanasan Global dan Perubahan Iklim, apakah masih diperdebatkan?
Di dunia ilmu pengetahuan sudah tidak mempertentangkan lagi apakah Perubahan Iklim
adalah masalah serius atau tidak. Kaum ilmuwan lebih menyibukkan diri pada
bagaimana Perubahan Iklim itu terjadi, apa efek yang ditimbulkan, bagaimana
mendeteksikannya, dan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi
dampaknya.
· Bagaimana kita dapat meramalkan Perubahan Iklim sementara kita tidak dapat
meramalkan cuaca ?
Penting untuk di mengerti perbedaan antara iklim dan cuaca.
Iklim
à pola cuaca umum yang terjadi selama bertahun-tahun dalam jangka waktu panjang ,
antara 30-100 tahun. Contoh: iklim tropis, sub-tropis, iklim panas, iklim dingin.
Cuaca
àkondisi harian gejala alam, seperti suhu, curah hujan, tekanan udara dan angin , yang
terjadi dan berubah dalam waktu singkat. Contoh: cerah berawan, hujan badai, dll.
· Apakah El Nino ada hubungannya dengan Pemanasan Global dan Perubahan Iklim?
El Nino adalah fenomena alami yang telah terjadi sejak berabad-abad yang lalu,
walaupun tidak selalu dengan pola yang sama. Ia merupakan gelombang panas di garis
ekuator Samudera Pasifik. Kini, El Nino muncul setiap 2 – 7 tahun, lebih kuat dan
berkontribusi pada peningkatan temperatur bumi. Dampaknya dapat dirasakan di
seluruh dunia dan menunjukkan bahwa iklim di bumi benar -benar berhubungan. Para
ilmuwan menguji bagaimana Pemanasan Global yang diakibatkan oleh aktivitas manusia
dapat mempengaruhi El Nino: akumulasi Gas Rumah Kaca di atmosfer “membantu”
menyuntikkan panas ke Samudera Pasifik. Oleh karena itu, El Nino muncul lebih sering
dan lebih ganas dari sebelumnya.
· Apakah penipisan lapizan ozon ada hubungan nya dengan Pemanasan Global dan
Perubahan Iklim?
Masalah lingkungan dan kesehatan manusia yang terkait dengan penipisan lapisan ozon
sesungguhnya berbeda dengan resiko yang dihadapi manusia dari akibat Pemansan
Global. Walaupun begitu, kedua fenomena tersebut saling berhubungan. Beberapa
polutan (zat pencemar) memberikan kontribusi yang sama terhadap penipisan lapisan
ozon dan Pemanasan Global.
Penipisan lapisan ozon mengakibatkan masuknya lebih banyak radiasi sinar ultraviolet
(UV) yang berbahaya masuk ke permukaan bumi. Namun, meningkatnya radiasi sinar UV
bukanlah penyebab terjadinya Pemanasan Global, melainkan kanker kulit, penyakit
katarak, menurunnya kekebalan tubuh manusia, dan menurunnya hasil panen.
5
Penipisan lapisan ozon terutama disebabkan oleh chlorofluorcarbon (CFC). Saat ini
negara-negara industri sudah tidak memproduksi dan menggunakan CFC lagi. Dan,
dalam waktu dekat, CFC akan benar -benar dihapus di seluruh dunia. Seperti halnya
karbondioksida, CFC juga merupakan Gas Rumah Kaca dan berpotensi terhadap
Pemanasan Global jauh lebih tinggi dibanding karbondioksida sehingga dampak
akumulasi CFC di atmosfer mempercepat laju Pemanasan Global. CFC akan tetap berada
di atmosfer dalam waktu sangat lama, berabad -abad. Artinya, kontribusi CFC terhadap
penipisan lapisan ozon dan Perubahan Iklim akan berlangsung dalam waktu sangat
lama.
· Apa yang bisa dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk menghentikan
Pemanasan Global?
Working GroupIII—IPCC membuat studi teknologi dan ekonomi secara literatur untuk
menunjukkan kebijakan berorientasi pasar yang dirancang sungguh -sungguh agar dapat
mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sekaligus kebijakan pembiayaan untuk menghadapi
dampak Perubahan Iklim. Studi ini dibuat agar akibat dari Pemanasan Global dan
Perubahan Iklim tetap dapat memberikan manfaat ekonomi, termasuk lebih banyak
sistem energi yang cost-effective, terjadinya inovasi teknologi yang lebih cepat,
mengurangi pengeluaran untuk subsidi yang tidak tepat, dan pasar yang lebih efisien.
Pada intinya negara-negara di dunia berusaha melakukan efisiensi energi dan
memasyarakatkan penggunaan energi yang dapat diperbarui (renewable energy) untuk
mengurangi atau bahkan menghentikan ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Denmark adalah salah satu negara yang tetap menikmati pertumbuhan ekonomi yang
kuat meskipun harus mengurangi emisi Gas Rumah Kaca.
Di bawah ini adalah situs-situs web yang dapat dipergunakan sehubungan dengan
masalah pemanasan global dan perubahan iklim:
· www.ipcc.ch
· www.unfccc.int
· www.climateark.org
· www.greenpeaceusa.org/climate
· www.epa.gov/globalwarming
· www.ncdc.noaa.gov/ol/climate/globalwarming.html
· www.climatehotmap.org/
· globalwarming.enviroweb.org/
· www.worldwildlife.org/climate/climate.cfm
· www.panda.org/climate/

Dampak Global Warming


Dampak Pemanasan Global Mengerikan




VALENCIA, SENIN - Pemanasan global merupakan sesuatu yang tak terbantahkan lagi dan dapat menimbulkan dampak sangat mengerikan. Demikian salah satu pernyataan dalam laporan terakhir Panel PBB untuk Perubahan Iklim atau United Nations Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang diumumkan di Valencia, Sabtu (19/11).

Sekretaris Jendral PBB Ban Ki Moon menantang pemerintah negara-negara di seluruh dunia untuk melakukan aksi nyata mengatasi ancaman tersebut. Ia mengajak para pengambil kebijakan untuk merespon temuan ini dalam konferensi perubahan iklim di Bali yang akan digelar awal Desember 2007.

"Sangat mendesak, usaha global harus dilakukan," ujar Ban Ki-Moon, Sekretaris Jendral PBB. Ia berharap para pengambil kebijakan dari seluruh dunia dapat merespon temuan ini dalam konferensi perubahan iklim yang akan digelar di Bali mulai 3 Desember 2007.

Mengerikan

Laporan tersebut menyebut manusia sebagai biang utama pemanasan global. Emisi gas rumah kaca mengalami kenaikan 70 persen antara 1970 hingga 2004. Konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer jauh lebih tinggi dari kandungan alaminya dalam 650 ribu tahun terakhir.

Rata-rata temperatur global telah naik 1,3 derajat Fahrenheit (setara 0,72 derat Celcius) dalam 100 tahun terakhir. Muka air laut mengalami kenaikan rata-rata 0,175 centimeter setiap tahun sejak 1961.

Sekitar 20 hingga 30 persen spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan berisiko punah jika temperatur naik 2,7 derajat Fahrenheit (setara 1,5 derajat Celcius). Jika kenaikan temperatur mencapai 3 derajat Celcius, 40 hingga 70 persen spesies mungkin musnah.

Meski negara-negara miskin yang akan merasakan dampak sangat buruk, perubahan iklim juga melanda negara maju. Pada 2020, 75 juta hingga 250 juta penduduk Afrika akan kekurangan sumber air, penduduk kota-kota besar di Asia akan berisiko terlanda banjir dan rob. Di Eropa, kepuanahan spesies akan ekstensif. sementara di Amerika Utara, gelombang panas makin lama dan menyengat sehingga perebutan sumber air akan semakin tinggi.

Kondisi cuaca ektrim akan menjadi peristiwa rutin. Badai tropis akan lebih sering terjadi dan semakin besar intensitasnya. Gelombang panas dan hujan lebat akan melanda area yang lebih luas. Risiko terjadinya kebakaran hutan dan penyebaran penyakit meningkat.

Sementara itu, kekeringan akan menurunkan produktivitas lahan dan kualitas air. Kenaikan muka air laut akan memicu banjir lebih luas, mengasinkan air tawar, dan menggerus kawasan pesisir.

Ulah manusia mengubah iklim dunia


Ulah Manusia Mengubah Iklim Global
By ivie • May 15th, 2008 at 11:15 am • Category: Bumi


Keindahan alam Papua. Lautan, dana dan sungai mengalami peningkatan temperatur jadi semakin hangat. Kredit foto : NggiengPerubahan iklim, global warming, memang jadi materi yang tak ada habisnya untuk dibahas. Lihat saja bagaimana tak menentunya iklim saat ini. Apakah ini pengaruh alam yang sedang bergolak atau adakah pengaruh manusia di dalamnya?

Hasil penelitian terbaru dari NASA menunjukan perbuatan manusia dalam kaitan dengan prubahan iklim telah memberi dampak yang sangat luas terhadap sistem alam, termasuk pencairan lapisan es, mekarnya tanaman lebih cepat di Eropa, dan turunnya produktivitas danau di Afrika. Penelitian yang dilakukan oleh Cynthia Rosenzweig dari NASA’s Goddard Institute for Space Science di New York beserta para peneliti dari 10 institusi yang berbeda ini mencoba membuat hubungan dampak secara fisik maupun biologi yang terjadi sejak tahun 1970 bersamaan dengan maningkatnya temperatur sepanjang periode tersebut. Hasilnya, pemanasan yang terjadi secara luas memang berasal dari dampak ulah manusia di seluruh Bumi.

Penelitian ini merupakan yang pertama kali untuk mempelajari hubungan antara set data temperatur global yang ada, hasil model iklim, dan melakukan pengamatan terhadap perubahan yang terjadi dalam skala luas terhadap sistem fisis dan biologi untuk menunjukan keterkaitannya antara aktivitas manusia, iklim dan dampaknya. Hasil pengamatan menunjukan, ada hubungan antara perbuatan manusia dengan perubahan iklim dan pengamatan terhadap dambak di Bumi juga menunjukan kebenaran yang sama dalam skalan kontinental, umumnya di Amerika Utara, Eropa dan Asia.



Migrasi burung. Image courtesy : Jeff Poklen, Science DailyUntuk sampai pada kesimpulan hubungan tersebut, dilakukan analisa database lebih dari 29 000 seri data yang didapat dari hasil pengamatan terhadap dampak yang terjadi di sistem alam di Bumi. Data tersebut dikumpulkan dari 80 studi dalam rentang 20 tahun dari 1970 -2004. Dampak yang diamati dalam penelitian ini adalah perubahan dalam sistem fisis sperti glacier yang makin menipis, pencairan dataran es, dan makin hangatnya danau dan sungai. Akibat lainnya juga terjadi pada sistem biologi, seperti daun yang kembali muncul dan bunga yang bermekaran lebih cepat, burung-burung tiba lebih cepat dalam periode migrasi, serta tumbuhan dan hewan yang berpindah dari kutub ke kutub dalam jumlah yang lebih besar. Dalam lingkungan yang kaya air seperti lautan, danau dan sungai, plankton dan ikan juga mulai bergeser dari kondisi adaptasi dingin kini harus bisa beradaptasi dengan air yang lebih hangat.

Dalam skala global, 90% hasil pengamatan menunjukan adanya perubahan dalam sistem fisis dan biologi secara konsisten terhadap menghangatnya Bumi. Hal lainnya, perubahan tanah yang juga berubah dari penggunaan hutan ke pertanian ternyata membawa dampak lain. Pada akhirnya kesimpulan yang bisa diambil, manusia memang jadi salah satu faktor penting dalam perubahan iklim yang sedang terjadi di Bumi. Pengaruh itu terjadi lewat peningkatan emisi gas rumah kaca , dan itu terjadi secara global di Amerika, Eropa dan Aisa. Di beberapa benua termasuk Afrika, Amerika Selatan dan Australia, hasil dokumentasi dari pengamatan terhadap perubahan yang terjadi dalam hal fisik dan biologi masih jarang terhadap kaitan pemanasan global tersebut sebagai akibat dari ulah manusia. Masih dibutuhkan pengamatan dan penelitian lebih lanjut untuk benua-benua tersebut untuk mendapatkan hasil yang lebih pasti, karena penelitian disana masih kurang.

Apapun itu mari kita mulai dari diri kita setidaknya untuk mebuat lingkungan disekitar kita jadi lebih nyaman untuk dihuni.

perubahan iklim bisa mengurangi topan dan badai



Perubahan Iklim Bisa Mengurangi Topan dan Badai
By ivie • May 20th, 2008 at 8:40 am • Category: Bumi


kredit : NASA / Univ. Wisconsin-MadisonAda berita baik. badai yang selama 25 tahun terakhir ini mengalami peningkatan frekuensi bisa jadi tidak akan ada lagi, meskipun beberapa yang memiliki kehebatan rata-rata masih akan muncul. Angin topan juga akan semakin jarang di Atlantik di sepanjang abad 21 jika dunia terus-menerus semakin hangat. Inilah hasil penelitian mengenai keterkaitan pemanasan global dalam mempengaruhi intensitas dan frekuensi angin ribut.

Secara global jumlah angin topan yang besar meningkat drastis sebesar 75% semenjak tahun 1970. Dan walaupun sampai saat ini tersangka utama untuk peningkatan itu adalah meningkatnya temperatur lautan sayangnya hubungan antara keduanya masih terus jadi isu yang dipertentangkan. Kenapa pemanasan global yang dijadikan tersangka? Ternyata masalahnya adalah, angin topan itu hanya bisa terbentuk saat temperatur permukaan laut melampaui 26 derajat Celsius.

Dalam penelitian tersebut, Thomas Knutson dari US National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan rekan-rekannya menggunakan model iklim regional dari kolam di Atlantik (satu area di Atlantik) untuk menstimulasi pengamatan meningkatnya angin topan pada tahun 1980 dan 2006. Dasar pengamatan yang dipakai adalah temperatur permukaan laut dan kondisi atmosfer. Dalam studi yang dilakukan, Thomas Knutson dkk tidak mengikutsertakan paham dan pendapat kalau peningkatan gas rumah kaca juga menyebabkan terjadinya peningkatan frekuensi badai tropik.

Badai peringatan
Dalam penelitian ini, Knutson dkk menggunakan 2 model untuk memperkirakan apakah aktivitas angin topan akan terus meningkat di area tertentu sebagai akibat perbuatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Model pertama mengasumsikan adanya pemanasan iklim sebesar 2,8 derajat Celcius sampai dengan tahun 2100 dan model lainnya tidak menyertakan adanya pemanasan tersebut. Secara umum jumlah angin topan tersebut akan mengalami penurunan. Dan dengan badai yang lemah pun akibatnya tetap saja cukup besar. Diperkirakan badai tropis akan turun sekitar 27%, 18% diantaranya adalah penurunan angin topan dan 8% lagi penurunan angin topan besar.

Jadi dengan tidak mengabaikan kenyataan kalau aktivitas angin topan telah meningkat drastis selama 25 tahun terakhir, trend ini tidak akan berlanjut sampai akhir abad dibawah pengaruh kondisi pemanasan. Walau demikian, menurut Isaax Held dari NOAA, “kita tidak bisa mengekstrapolasi trend 25 tahun terakhir untuk masa depan.”

Selain mempelajari perubahan umlah angin topan, studi ini juga memfokuskan diri dalam memproyeksikan pergeseran yang terjadi pada iklim. Pergean yang dimaksud adalah semakin intensnya badai dan hujan deras. Hal ini sebagian besar terlihat dalam pekerjaan Kerry Emanuel, ahli angin topan di Massachusetts Institute of Technology, Cambridge. Kerry menggunakan berbagai model untuk menunjukan pengaruh pemanasan global terhadap penurunan jumlah angin topan secara global. Namun di sisi lain ia juga memperliatkan kalau angin topan menjadi semakin intens di beberapa lokasi.

Ukuran Memang Berpengaruh
Kevin Trenberth, klimatologis di National Center for Atmospheric Research di Boulder, Colorado, walau tidak terlibat dalam penelitian ini juga setuju dengan penemuan tersebut. Namun Kevin juga mempermasalahkan mengapa Thiomas dkk justru meremehkan peningkatan angin topan dan badai yang sangat besar. Hal ini mengacu pada fakta kalau model yang digunakan masih merupakan resolusi rendah yang belum bisa memperhitungkan perubahan dalam beberapa kejadian sangat besar. Bagi Kevin, dalam masalah iklim seperti ini, bukan jumlah yang jadi masalah. Seharusnya diperhitungkan juga masalah intensitas, durasi dan ukuran.

Di awal dikatakan berita baiknya adalah akan ada penurunan jumlah badai dan angin topan. Namun sayangnya berita tersebut tak bisa jadi sesuatu yang baik buat kita karena dari hasil penelitian tersebut berita burukknya menunjukan pemanasan global terus berlangsung, pergeseran iklim akan terus berlanjut, dan badai yang terjadi walau makin berkurang, ternyata intensitas, durasi dan ukurannya bisa jadi akan sangat besar.

apa & mengapa




Global Warming - Apa dan mengapa
By nggieng • Feb 9th, 2008 at 10:53 am • Category: Bumi
Sejak dikenalnya ilmu mengenai iklim, para ilmuwan telah mempelajari bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Dari studi tentang jaman es di masa lalu menunjukkan bahwa iklim bisa berubah dengan sendirinya, dan berubah secara radikal. Apa penyebabnya? Meteor jatuh? Variasi panas Matahari? Gunung meletus yang menyebabkan awan asap? Perubahan arah angin akibat perubahan struktur muka Bumi dan arus laut? Atau karena komposisi udara yang berubah? Atau sebab yang lain?

Sampai baru pada abad 19, maka studi mengenai iklim mulai mengetahui tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, disebut sebagai gas rumah kaca, yang bisa mempengaruhi iklim di Bumi. Apa itu gas rumah kaca?

Sebetulnya yang dikenal sebagai ‘gas rumah kaca’, adalah suatu efek, dimana molekul-molekul yang ada di atmosfer kita bersifat seperti memberi efek rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar 30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini.

Pada sekitar tahun 1820, bapak Fourier menemukan bahwa atmosfer itu sangat bisa diterobos (permeable) oleh cahaya Matahari yang masuk ke permukaan Bumi, tetapi tidak semua cahaya yang dipancarkan ke permukaan Bumi itu bisa dipantulkan keluar, radiasi merah-infra yang seharusnya terpantul terjebak, dengan demikian maka atmosfer Bumi menjebak panas (prinsip rumah kaca).

Tiga puluh tahun kemudian, bapak Tyndall menemukan bahwa tipe-tipe gas yang menjebak panas tersebut terutama adalah karbon-dioksida dan uap air, dan molekul-molekul tersebut yang akhirnya dinamai sebagai gas rumah kaca, seperti yang kita kenal sekarang. Arrhenius kemudian memperlihatkan bahwa jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatgandakan, maka peningkatan temperatur permukaan menjadi sangat signifikan.

Semenjak penemuan Fourier, Tyndall dan Arrhenius tersebut, ilmuwan semakin memahami bagaimana gas rumah kaca menyerap radiasi, memungkinkan membuat perhitungan yang lebih baik untuk menghubungkan konsentrasi gas rumah kaca dan peningkatan Temperatur. Jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatduakan saja, maka temperatur bisa meningkat sampai 1°C.

Tetapi, atmosfer tidaklah sesederhana model perhitungan tersebut, kenyataannya peningkatan temperatur bisa lebih dari 1°C karena ada faktor-faktor seperti, sebut saja, perubahan jumlah awan, pemantulan panas yang berbeda antara daratan dan lautan, perubahan kandungan uap air di udara, perubahan permukaan Bumi, baik karena pembukaan lahan, perubahan permukaan, atau sebab-sebab yang lain, alami maupun karena perbuatan manusia. Bukti-bukti yang ada menunjukkan, atmosfer yang ada menjadi lebih panas, dengan atmosfer menyimpan lebih banyak uap air, dan menyimpan lebih banyak panas, memperkuat pemanasan dari perhitungan standar.

Sejak tahun 2001, studi-studi mengenai dinamika iklim global menunjukkan bahwa paling tidak, dunia telah mengalami pemanasan lebih dari 3°C semenjak jaman pra-industri, itu saja jika bisa menekan konsentrasi gas rumah kaca supaya stabil pada 430 ppm CO2e (ppm = part per million = per satu juta ekivalen CO2 - yang menyatakan rasio jumlah molekul gas CO2 per satu juta udara kering). Yang pasti, sejak 1900, maka Bumi telah mengalami pemanasan sebesar 0,7°C.

Lalu, jika memang terjadi pemanasan, sebagaimana disebut; yang kemudian dikenal sebagai pemanasan global, (atau dalam istilah populer bahasa Inggris, kita sebut sebagai Global Warming): Apakah merupakan fenomena alam yang tidak terhindarkan? Atau ada suatu sebab yang signfikan, sehingga menjadi ‘populer’ seperti sekarang ini? Apakah karena Al Gore dengan filmnya “An Inconvenient Truth” yang mempopulerkan global warming? Tentunya tidak sesederhana itu.

Perlu kerja-sama internasional untuk bisa mengatakan bahwa memang manusia-lah yang menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global. Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 2007, menunjukkan bahwa secara rata-rata global aktivitas manusia semenjak 1750 menyebabkan adanya pemanasan. Perubahan kelimpahan gas rumah kaca dan aerosol akibat radiasi Matahari dan keseluruhan permukaan Bumi mempengaruhi keseimbangan energi sistem iklim. Dalam besaran yang dinyatakan sebagai Radiative Forcing sebagai alat ukur apakah iklim global menjadi panas atau dingin (warna merah menyatakan nilai positif atau menyebabkan menjadi lebih hangat, dan biru kebalikannya), maka ditemukan bahwa akibat kegiatan manusia-lah (antropogenik) yang menjadi pendorong utama terjadinya pemanasan global (Gb.1).



Hasil perhitungan perkiraan agen pendorong terjadinya pemanasan global dan mekanismenya (kolom satu), berdasarkan pengaruh radiasi (Radiative Forcing), dalam satuan Watt/m^2, untuk sumber antropogenik dan sumber yang lain, tanda merah dan nilai positif dari kolom dua dan tiga berarti sumbangan pada pemanasan, sedangkan biru adalah efek kebalikannya. Kolom empat menyatakan dampak pada skala geografi, sedangkan kolom kelima menyatakan tingkat pemahaman ilmiah (Level of Scientific Understanding), Sumber: Laporan IPCC, 2007.

Dari gambar terlihat bahwa karbon-dioksida adalah penyumbang utama gas kaca. Dari masa pra-industri yang sebesar 280 ppm menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Angka ini melebihi angka alamiah dari studi perubahan iklim dari masa lalu (paleoklimatologi), dimana selama 650 ribu tahun hanya terjadi peningkatan dari 180-300 ppm. Terutama dalam dasawarsa terakhir (1995-2005), tercatat peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun), jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun), kendati masih terdapat variasi tahun per tahun.

Sumber terutama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah penggunaan bahan bakar fosil, ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan, penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana (CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 - 790 ppb). Sumber utama peningkatan metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O) dari 270 ppb - 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber utamanya adalah manusia dari agrikultural. Kombinasi ketiga komponen utama tersebut menjadi penyumbang terbesar pada pemanasan global.

Kontribusi antropogenik pada aerosol (sulfat, karbon organik, karbon hitam, nitrat and debu) memberikan efek mendinginkan, tetapi efeknya masih tidak dominan dibanding terjadinya pemanasan, disamping ketidakpastian perhitungan yang masih sangat besar. Demikian juga dengan perubahan ozon troposper akibat proses kimia pembentukan ozon (nitrogen oksida, karbon monoksida dan hidrokarbon) berkontribusi pada pemanasan global. Kemampuan pemantulan cahaya Matahari (albedo), akibat perubahan permukaan Bumi dan deposisi aerosol karbon hitam dari salju, mengakibatkan perubahan yang bervariasi, dari pendinginan sampai pemanasan. Perubahan dari pancaran sinar Matahari (solar irradiance) tidaklah memberi kontribusi yang besar pada pemanasan global.

Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa memang manusia yang berperanan bagi nasibnya sendiri, karena pemanasan global terjadi akibat perbuatan manusia sendiri. Lalu bagaimana dampak Global Warming bagi kehidupan? Alur waktu prediksi dan dampak dari perspektif sains dapat dibaca pada bagian kedua tulisan ini.